ASEAN Ingatkan: Indonesia Terancam "Bubar" 2030 Jika Utang Tak Segera Dikendalikan

 

Foto para pemimpian ASEAN

Jakarta, Lontara Today - Peringatan serius datang dari ASEAN terhadap arah kebijakan fiskal Indonesia. Dalam laporan tahunan bertajuk AMRO Annual Consultation Report: Indonesia 2025, lembaga pemantau ekonomi ASEAN+3 (AMRO) mengungkapkan kekhawatiran mendalam soal rasio utang pemerintah Indonesia yang diprediksi terus meningkat dan bisa menyentuh angka 42 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2029.

Laporan ini dirilis pekan ini dan menjadi sorotan karena menyebutkan bahwa defisit keseimbangan primer Indonesia kian melebar. Kenaikan utang tersebut didorong oleh stagnasi penerimaan negara yang tak sebanding dengan besarnya pengeluaran. Upaya menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara menyeluruh pun batal direalisasikan tahun ini, membuat ruang fiskal makin sempit.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pengamat ekonomi kawasan. AMRO menilai bahwa tanpa disiplin anggaran yang ketat dan reformasi fiskal yang serius, Indonesia bisa menyusul jejak Sri Lanka yang pada 2022 lalu dinyatakan bangkrut usai gagal membayar utang luar negeri, mengalami lonjakan inflasi, dan krisis pangan akut.

Para ekonom ASEAN menyebut adanya kemiripan pola antara Indonesia saat ini dengan Sri Lanka beberapa tahun lalu. Sri Lanka pernah mencatat rasio utang 42 persen pada 2019, namun hanya dua tahun kemudian jatuh ke jurang krisis. Meski Indonesia dinilai memiliki struktur ekonomi yang lebih kuat, AMRO memperingatkan bahwa kelalaian dalam pengelolaan fiskal bisa menghapus keunggulan tersebut.

Lebih jauh, laporan itu menggarisbawahi risiko Indonesia terjebak dalam middle-income trap jika tidak ada pembenahan dalam waktu dekat. Krisis kepercayaan terhadap stabilitas fiskal bisa menggerus status Indonesia sebagai kekuatan ekonomi utama di Asia Tenggara menjelang 2030.

Menanggapi laporan ini, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa rasio utang Indonesia masih berada di bawah ambang batas aman sesuai Undang-Undang Keuangan Negara, yakni 60 persen dari PDB. Pemerintah, kata dia, tetap berkomitmen menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan fiskal.

Namun begitu, kekhawatiran tetap mengemuka di kalangan pasar dan investor global. Tahun 2030 dinilai sebagai tonggak krusial: apakah Indonesia mampu menunjukkan kematangan dalam tata kelola fiskal, atau justru masuk daftar negara gagal akibat utang tak terkendali.

Untuk mencegah skenario buruk itu, para analis menyarankan pemerintah segera mengakselerasi reformasi perpajakan, memperbaiki efisiensi belanja negara, serta memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan fiskal. Tanpa langkah konkret dan terukur, potensi krisis bukan lagi sekadar analisis di atas kertas, melainkan ancaman nyata terhadap masa depan ekonomi Indonesia.

Lebih baru Lebih lama