Ilustrasi korban bullying di lingkungan sekolah
Pinrang, Lontara Today - Seorang siswa SD berinisial A (7) di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, diduga menjadi korban penganiayaan oleh teman sekolahnya sendiri berinisial G (7), yang disebut merupakan anak seorang anggota kepolisian. Akibat insiden tersebut, A mengalami cedera serius dan sudah 4 bulan tidak masuk sekolah karena trauma.
“Anak saya menjadi korban penganiayaan dari temannya sendiri saat di sekolah,” ujar ibu korban, Fadhilah, dilansir detiksulsel Senin (24/11/2025).
Peristiwa itu terjadi pada 28 Juli 2025 di SD Islam Terpadu Al-Insan Pinrang. Menurut Fadhilah, saat itu anaknya diminta guru untuk memanggil G masuk kelas. Namun A justru dikabarkan dibanting di area samping ruang kelas tanpa alasan jelas.
“Itu anak tiba-tiba banting anak saya di samping kelas. Yang saya sesalkan, pihak sekolah tahu kejadian itu tapi tidak memberitahu saya sebagai orang tua,” katanya.
Fadhilah mulai mencurigai sesuatu setelah melihat anaknya pendiam dan mengeluh sakit di bagian tubuhnya. Setelah didesak, barulah A mengaku dibanting temannya.
“Leher anak saya bengkak dan ginjalnya bocor. Bisa bayangkan betapa sakitnya,” ungkap Fadhilah.
Korban sempat dirawat di RS Lasinrang, lalu dirujuk ke RS Unhas Makassar untuk penanganan lanjutan. Hingga kini, A masih harus menjalani kontrol medis setiap pekan.
“Sekarang masih harus kontrol rutin, dan saya tidak tahu sampai kapan,” ujarnya.
Trauma Berat, Tolak Kembali ke Sekolah
“Dia bilang takut ketemu itu ‘anak jahat’. Dari Juli sampai sekarang sudah empat bulan tidak pernah masuk sekolah,” jelas sang ibu.
Fadhilah juga menyebut pelaku G merupakan anak polisi yang bertugas di Kabupaten Sidrap. Orang tua G disebut pernah datang menjenguk saat korban dirawat.
Pihak Sekolah Akui Kejadian
Ketua Yayasan Lentera Muthia Indonesia, Erwin, membenarkan adanya insiden tersebut. Ia mengatakan kejadian berlangsung setelah jam pelajaran selesai.
“Kejadiannya sekitar pukul 13.30 Wita, setelah pulang sekolah. Dari cerita teman-temannya, sebelumnya mereka sempat bercanda,” kata Erwin.
Pihak sekolah menyebut telah memberikan sanksi kepada G berupa skorsing selama dua pekan. Namun permintaan orang tua korban agar pelaku dikeluarkan dari sekolah tidak dapat dipenuhi.
“Kemungkinan memang dibanting. Orang tua korban meminta pelaku dikeluarkan, tapi kami tidak bisa tempuh itu. Kami berikan skorsing dua minggu,” ujarnya.
Kasus ini memicu perhatian publik karena menyangkut keselamatan siswa di lingkungan pendidikan, terutama dengan kondisi korban yang mengalami cedera serius dan trauma berkepanjangan.
