![]() |
| Kolase: Rusli, Aktivis pemerhati Pendidikan Tinggi Indonesia (ist) |
Makassar, Lontara Today - Munculnya kasus dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan oleh seorang dosen perempuan berinisial DR.QDB ke Polda Sulawesi Selatan dan berujung pada penonaktifan Prof Karta Jayadi sebagai Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM) pada Agustus 2025 dinilai sebagai upaya menjatuhkan posisi pimpinan tertinggi kampus tersebut.
Penilaian itu disampaikan Muhammad Rusli (57), aktivis pemerhati pendidikan tinggi di Indonesia, saat diwawancarai jurnalis beritasulawesi.co.id terkait penonaktifan Prof Karta Jayadi dari jabatannya sebagai Rektor UNM.
Rusli menilai keputusan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) yang menonaktifkan Prof Karta Jayadi dan menunjuk Wakil Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas), Farida Patittingi, sebagai Pelaksana Harian (Plh) Rektor UNM, merupakan langkah yang tergesa-gesa dan tidak mempertimbangkan fakta serta kronologis pemeriksaan yang tengah berjalan di Polda Sulsel.
"Ini kita sangat sayangkan pihak kemendiktisaintek hanya menerima laporan sepihak dan terperngaruh dengan informasi yang beredar di media sosial yang disebarkan oleh pihak pelapor secara masif di akun media sosialnya. Ini akan jadi preseden buruk bagi pihak Kemendiktiksaintek dalam pengawasan terhadap kinerja Rektor di seluruh Indonesia yang mengambil keputusan berdasarkan tekanan dan informasi yang belum terkonfirmasi secara akurat," ungkap Rusli, dilansir dari beritasulawesi.co.id.
Lebih lanjut, Rusli menilai kasus yang menimpa Rektor UNM tersebut tidak berdiri secara sederhana, melainkan mengarah pada dugaan rekayasa yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif oleh oknum tertentu.
Menurutnya, rangkaian peristiwa tersebut berpotensi menjadi upaya pencemaran nama baik sekaligus usaha untuk melengserkan Prof Karta Jayadi dari jabatannya secara permanen, sebelum proses hukum memperoleh kejelasan dan kepastian.
Rusli pun mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam pengambilan kebijakan di lingkungan pendidikan tinggi, agar keputusan administratif tidak mendahului proses hukum yang masih berjalan dan belum berkekuatan hukum tetap.
