Kakek 71 Tahun Dipenjara Gara-Gara 5 Burung Cendet: Benarkah Hukum Sudah Kehilangan Nurani?

Potret Kakek Masir yang akan dipenjara kasus 5 burung Cendet

Situbondo, Lontara Today Kasus yang menimpa Masir, seorang kakek berusia 71 tahun asal Situbondo, memicu gelombang kritik dari berbagai praktisi hukum. Ia kini harus duduk sebagai terdakwa atas dugaan pencurian lima burung Cendet di kawasan Hutan Baluran. Proses hukum yang ditempuh dinilai berlebihan dan tidak mencerminkan asas keadilan bagi warga lanjut usia yang hanya berusaha bertahan hidup.

Supriyono, S.H., pengacara senior di Kota Santri, menyebut penahanan terhadap Masir sebagai tindakan yang tidak proporsional. Menurutnya, pelanggaran yang dilakukan bersifat ringan dan seharusnya cukup diselesaikan dengan teguran oleh petugas Baluran, tanpa harus membawa kasus ini hingga ke meja hijau.

“Umurnya sudah 71 tahun, dan kerugian negara hanya lima ekor Cendet. Itu bukan hewan langka dan di wilayah lain tidak dilarang. Kakek ini hanya mencari makan. Apa tidak kasihan?” ujar Supriyono, dikutip dari Radar Situbondo.

Ia menegaskan bahwa tujuan hukum bukan semata-mata kepastian hukum, melainkan keadilan dan kemanfaatan. Oleh karena itu, aparat penegak hukum mulai dari kepolisian hingga jaksa seharusnya menggunakan pendekatan kontekstual, bukan tekstual yang kaku.

“Harus ada pertimbangan kemanusiaan. Tidak semua perkara harus diperlakukan sama. Hukum itu tidak hanya tekstual, tapi juga kontekstual,” tegasnya.

Pengacara lain, Eko Kintoko, S.H., juga menyayangkan tindakan penahanan tersebut. Menurutnya, aturan hukum modern menempatkan Restorative Justice sebagai solusi utama untuk perkara ringan, terutama ketika pelaku adalah warga lanjut usia dengan kondisi rentan.

“Ini seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Barang bukti hanya lima burung yang bukan satwa dilindungi. Kakeknya sudah tua, sudah kesulitan mencari pekerjaan. Tidak semuanya harus dipenjara. Bisa berupa denda atau peringatan,” kata Eko.

Namun, pihak kejaksaan memiliki pandangan berbeda. Kasi Intel Kejari Situbondo, Hazamal Huda, menyatakan bahwa kasus tersebut tidak dapat diarahkan ke Restorative Justice karena aturan di kawasan konservasi memiliki tuntutan minimum dua tahun penjara.

“Pencurian di kawasan konservasi berbeda dengan pencurian biasa. Ada ketentuan minimal dua tahun. Proses sudah masuk tahap tuntutan, nanti pengacara bisa menyampaikan pembelaan dan vonis menjadi kewenangan majelis hakim,” jelas Huda.

Kasus ini kini memasuki fase krusial, sementara publik dan praktisi hukum terus mempertanyakan esensi keadilan bagi seorang kakek yang hanya mengambil lima ekor burung untuk kebutuhan hidupnya.

Lebih baru Lebih lama