Guru Mansur Divonis 5 Tahun, Kuasa Hukum Tegaskan Tak Ada Bukti Pelecehan di Persidangan

 

Pak Mansur saat berpamitan ke murid-muridnya

Kendari, Lontara Today - Kasus dugaan pelecehan yang menjerat guru SD bernama Mansur (53) di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), kembali memicu perdebatan setelah ia divonis 5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Kendari. Vonis ini menuai kontroversi karena pihak kuasa hukum menilai fakta persidangan tidak cukup membuktikan bahwa Mansur melakukan pelecehan terhadap muridnya.

Mansur menjalani sidang putusan di PN Kendari pada Senin (1/2). Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Mansur terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak.

“Mengadili, pertama menyatakan terdakwa Mansur terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana kekerasan anak sebagaimana dalam dakwaan. Kedua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 5 tahun penjara,” kata Ketua Majelis Hakim, Wa Ode Sania.

Majelis hakim menilai bahwa perbuatan Mansur menyebabkan trauma pada korban, dan sebagai seorang guru ia dianggap tidak memberikan contoh yang baik serta meresahkan masyarakat.

Putusan itu langsung memicu reaksi keras dari kerabat Mansur yang hadir di ruang sidang. Mereka memprotes vonis, sementara kuasa hukum Mansur menyatakan banding seketika vonis dibacakan. Riuh pun pecah kembali dari para pendukung Mansur.

Kuasa Hukum: Mansur Hanya Memegang Kepala Murid yang Sedang Demam

Kuasa hukum Mansur, Andre Dermawan, menegaskan bahwa kliennya sama sekali tidak melakukan pelecehan. Ia menyebut tindakan Mansur hanyalah memeriksa kondisi murid yang sedang demam.

“Hakim tidak mempertimbangkan saksi yang disumpah yakni guru La Muradi. Dalam kesaksiannya dia menyampaikan bahwa melihat langsung Pak Mansur ini memegang kepala korban hanya untuk memastikan demam atau tidak,” kata Andre kepada detikcom, Kamis (4/12).

Andre menyebut banyak fakta persidangan yang tidak dijadikan dasar pertimbangan oleh majelis hakim, termasuk bukti percakapan (chat) yang ia nilai tidak sah.

“Bukti chat itu tidak jadi pertimbangan hakim karena tidak bisa diverifikasi kebenarannya. Itu ilegal,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa bukti digital tidak dapat dinilai sah jika tidak melalui pemeriksaan forensik.

“Harus lewat keterangan ahli forensik baru dinyatakan sah,” jelasnya.

Sidang Tertutup, Banyak Pihak Tidak Mengetahui Fakta Persidangan

Andre juga menanggapi pernyataan kuasa hukum korban yang menurutnya tidak sesuai fakta persidangan. Ia menyebut hal itu terjadi karena sidang dilaksanakan secara tertutup.

“Kuasa hukum korban itu tidak tahu fakta persidangan karena dia tidak hadir dalam sidang. Hanya saya kuasa hukum terdakwa, hakim, dan terdakwa yang ada di dalam ruangan sidang,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini membuat banyak informasi yang beredar di luar tidak mencerminkan situasi persidangan yang sebenarnya.

Lebih baru Lebih lama